Kamis, 22 Mei 2014

Resume Materi Retorika

RETORIKA SEBAGAI SEBUAH ILMU
Oleh Muhamad Subhan, S.Pd., M.Pd.



            Eksistensi sebuah ilmu ditandai dengan seperangkat tanda. Seperangkat tanda tersebut berfungsi sebagai pembeda antarbidang ilmu. Dalam filsafat ilmu dinyatakan bahwa suatu bidang disebut sebagai sebuah ilmu apabila mempunyai tiga hal, yaitu ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Ontologi adalah objek kajian suatu ilmu, baik objek materia maupun objek forma. Epistimologi adalah metode atau prosedur kerja dalam ilmu tersebut. Aksiologi adalah manfaat dari ilmu tersebut.

A.    Ciri Penanda Retorika sebagai Sebuah Ilmu
Retorika disebut sebagai sebuah ilmu karena mempunyai penanda seperti diuraikan di atas.
a.       Ontologi (objek kajian) retorika adalah manusia dan kegiatan tutur,
b.      Epistimologi (prosedur/metode kerja) retorika adalah metode taksonomi, metode heuristic dan lain-lain,
c.       Aksiologi (manfaat) retorika adalah membimbing penutur agar dapat mempersiapkan, menata, dan menampilkan tuturan secara baik dan efektif.
Ketiga penanda retorika sebagai sebuah ilmu tersebut akan diuraikan di bawah ini.

B.     Objek Kajian Retorika (Pokok Persoalan yang menjadi bidang garap)
Objek kajian retorika terpilah menjadi objek kajian material dan objek kajian forma. Objek kajian materia retorika adalah manusia dan objek kajian forma retorika adalah kegiatan tuturnya. Berkaitan dengan objek kajian yang berupa kegiatan tutur  manusia, retorika memandang hal tersebut sebagai berikut :
1.    Manusia sebagai persona tutur
Manusia sebagai persona tutur menurut retorika manusia itu:
a.       memiliki insting tutur,
b.      memiliki insting etis,
c.       mahluk pemakai simbol, dan
d.      memiliki daya jiwa (kemampuan kejiwaaan) berupa berpikir, berimajinasi, berasa, dan beridentifikasi.

2.    Pandangan Retorik terhadap Kegiatan Tutur
Kegiatan bertutur pada hakikatnya ialah kegiatan membahasakan sesuatu. Pernyataan yang umum demikian ini, tentunya banyak memberikan informasi. Karena itu dia perlu dibahas secara terperinci. Menurut Kenneth Burke kegiatan bertutur pada dasarnya mempunyai pola yang sama saja dengan berbagai tingkah laku manusia, karana dia memang marupakan perwujudan salah satu tingkah laku manusia.
Bertolak dari sudut pandang yang dramatistik. Burke melihat bahwa pada setiap tingkah laku manusia terdapat 5 komponen dasar yaitu:
a.    Tindakan (Act), yaitu sesuatu yang mengambil tempat ataukah berupa fenomena baik yang telah berwujud nyatal maupun yang masih berupa gagasan.
b.    Medan (Scene) adalah tempat atau situasi dimana tindakan itu berlangsung.
c.     Pelaku (Agent) adalah pelaksana atau pendorong tindakan
d.    Sarana tindak (Agesy) adalah sarana yang dipakai menjalankan tindakan
e.     Tujuan (Purpose) ialah arah dari keseluruhan tindakan
3.    Pandangan Retorika terhadap Bahasa
Bahasa juga merupakan pokok persoalan yang termasuk kedalam ruang lingkup Retorik. Tentang bahasa ini pada umumnya ada kesepakatan pada semua ahli Retorik bahwa bahasa itu adalah sistem simbol yang berupa bunyi-bunyi bahasa (huruf dalam bahasa tulis) untuk berkomunikasi.
I.A. richards (1965) menyatakan bahwa kekuranghatian mempergunakan bahasa inilah yang merupakan sumber kesalahpahaman yang menghalangi kerjasama dan kedamaian. Retorik tidak hanya menampilkan gambaran teoritis-filosofis terhadap bahasa, tetapi praktiknya retorika lebih banyak memberikan bimbingan tentang cara pemanfaatan bahasa dalam kegiatan bertutur. Termasuk kedalam hal-hal yang dibimbingnya antara lain:
a.       Memilih corak bahasa
b.      Memilih materi bahasa
c.       Menata materi bahasa
d.      Memilih gaya bahasa
4.    Pandangan Retorika Terhadap Topik Tutur
Topik tutur adalah segala sesuatu yang diangkat oleh penutur sebagai pokok tuturan. Secara umum topik bisa berupa ungkapan diri (buah pikiran, cetusan perasaan, kemauan, imajinasi, fantasi, cita) ; pengetahuan dan pengalaman; llingkungan sekitar dan alam raya. Walaupum ketiga perangkat ini merupakan sumber yang kaya untuk menggali topik tutur, namun memilih salah satu diantaranya bukanlah pekerjaan yang mudah.
Sadar akan kesulitan-kesulitan seperti di atas, Retorika tampil sebagai pembimbing karena memang masalah pemilihan topik tutur itu merupakan salah satu pokok persoalan yang termasuk dalam ruang lingkupnya.
Setelahh sebuah topik tutur terpilih, kesulitan berikutnya adalah mengolah atau menganalisis topik tersebut. Bidang ini pun digarap oleh Retorika, yaitu merupakan masalah metode. Dan sebelum topik itu dianalisa, Retorika banyak membimbing cara yang ilmiah menyikapi topik tersebut.
Aliran General Semantik, mengingatkan kita bahwa sebenarnya kita tidak pernah tahu secara menyeluruh hakikat topik tutur yang dipilih. Selain itu bahasa yang kita pakai menggembarkan topik tutur itupun terbatas sekali kemampuannya, yaitu sekedar memetakkannya.
Di samping pembinaan sikap obyektif terhadap topik tutur seperti terurai di atas, retorika juga menyarankan untuk mempertimbangkan berbagai faktor sebelum dan bersamaan dengan penganalisisan yang akan dilakukan. Aristoteles memperingatkan kita agar mendekati topik tutur dari dua sudut pendekatan. (1) mendekati dari dalam topik tutur itu sendiri dan (2) mendekati dari luar topik tutur. Dengan pendekatan yang pertama akan diketahui ulasan-ulasan artistik, yaitu ulasan dari penganalisaan perseorangan (merupakan gagasan hasil pengolahan penutur), sedangkan pendekatan yang kedua akan didapatkan ulasan-ulasan non-artistik, yang sebenarnya sudah merupakan fakta-fakta sejarah ataukah kenyataan (hal-hal di luar diri penutur yang berupa objek secara realistis).
5.    Pandangan Retorika tentang Tutur
Tutur adalah bentuk bahasa dari gagasan yang tersimpul dalam suatu topik tutur yang terpilih. Bahasa yang dipakai bisa berupa bahasa lisan atau tulisan.
Untuk mendapat tutur yang baik ini, menurut Retorik minimal diperlukan tiga perangkat tahapan proses, yaitu (1) persiapan (2) penataan dan (3) penampilan. Pada tahap persiapan disarankan pada penutur untuk memilih topik tuturnya dengan pertimbangan yang matang; menganalisis topik tutur ini dengan prinsip-prinsip metode yang digariskan retorika; merumuskan tujuan yang hendak dicapai; menyesuaikan dengan kondisi penanggap tutur serta situasi yang sedang berlangsung, dan lain sebagainya. Pada tahap penataan dianjurkan agar penutur menata bagian-bagian tuturnya. Pada tahap penampilan dibimbingkan tentang pemilihan corak bahasa; pemilihan materi bahasa dan gaya bahasa; pemakaian gaya tutur yang persuasif dan pemanfaatan alat-alat tutur yang perlu. Singkatnya Retorik membimbing penutur bertindak dan berusaha secara efektif dalam mempersiapkan menata dan menampilkan tuturnya.
Khusus tentang ragam tutur, Retorika di sepanjang sejarah kehadirannya juga telah mengembangkan berbagai ragam tutur yang bisa dipilih sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Sehubungan dengan corak tutur ini, Aristoteles misalnya telah meletakkan dasar-dasar tiga ragam tutur utama, yaitu (1) tutur pengarahan (2) tutur pembakar semangat (3) tutur penghakiman. Ahli-ahli Retorik “Baru” menambahkan corak yang keempat yaitu tutur beberan (Paparan). Tutur pengarahan memusatkan perhatian kepada masa-masa yang akan datang. Tutur pembakar semangat memusat perhatiannya pada keadaan yang sedang berlangsung. Tutur penghakiman memusatkan perhatiannya kepada masa-masa yang sudah terjadi atau kepada masa lampau. Tutur beberan adalah tutur yang biasanya dipakai oleh ilmuwan memaparkan hasil penelitiannya.

C.    Tujuan dan Fungsi Retorika
Tujuan suatu ilmu adalah gambaran sesuatu yang dituju oleh ilmu tersebut, sedangkan fungsinya adalah peranan yang dimainkannya dalam rangka mencapai tujuan itu. Demikian pada tujuan dan fungsinya. Tentang kedua hal inilah akan dipaparkan dalam uraian berikut.

1.        Tujuan Retorika
Retorika Aristoteles disekitar abad ke-4 sebelum masehi menampilkan Retorik ini sebagai sebuah ilmu tersendiri, dikatakannya bahwa tujuannya adalah persuasi. Yang dimaksudkannya persuasi dalam hubungan ini ialah yakinnya penanggap tutur akan kebenaran gagasan topik tutur si penutur. Ditambahkan oleh Aristoteles bahwa untuk mendapatkan persuasi itu bukanlah pekerjaan yang mudah, lebih-lebih lagi kalau orang mau percaya bahwa setiap orang (termasuk penanggap tutur tentunya) memiliki instink etis yang memandu mereka mambedakan antara yang benar dari yang tidak benar. Hanya saja patut diakui bahwa kecepatan pekerjaanya instink ini tidak sama pada tiap orang.
Persuasi sebagai tujuan akhir Retorik yang digariskan oleh Aristoteles, pada dasarnya disepakati oleh ahli-ahli Retorik sesudahnya. Memang disana-sini diadakan modifikasi, sesuai dengan zaman yang memakainya. Namun landasan dasarnya atau setidak-tidaknya filsafatnya tidak pernah mengalami perubahan sampai dengan awal abad ke-20 Masehi. Malahan sampai sekarangpun kebanyakan ahli Retorik masih mempertahankan rumusan tujuan Retorik Aristoteles ini.
Disekitar tahun 1930-an mulailah tampak gejala-gejala pembaharuan. I.A. Richards yang banyak memperhatikan peristiwa tutur yang berlangsung ditengah-tengah kehidupan manusia bermasyarakat melihat makin berkembangnya kepincangan-kepincangan komunikasi yang antara lain berupakesalah pahaman. Kesalah pahaman ini tidak berhenti pada salah paham itu saja, tetapi kebanyakannya berkelanjutan dengan penolakan kerjasama da penggangguan terhadap kedamaian kehidupan bersama. Dan kalau mau dicari penyebabnya maka salah satu diantaranya ialah ada kecendrungan penutur mempersuasi  penangggap tuturnya. Persuasi sebagai tujuan terakhir cepat sekali mendorong penutur menggunakan bahasa tanpa penelitian yang baik terhadap bahasa itu sendiri.
Kelemahan persuasi yang dianggap Richard, agaknya disepakati pula oleh perintis-perintis Retorik “ Baru “ yang lainnya. Aliran General Semantik misalnyamengatakan bahwa persuasi hanya cocok untuk kurun masa lampau manusia. Yaitu tahapan jaman yang dikatakannyajaman kegelapan. Jaman tersebut sekarang ini sudah berlalu jaman sekarang adalah jaman pengetahuan.
Aliran Tagmemik mengingatkan kita bahwa dunia sekarang telah begitu sempitnya akibat kemajuan teknologi dan alat komunikasi/transportasi. Karena itu komunikasi abad modern tidak hanya berlangsung dikalangan masyarakat sendiri itu saja. Komunikasi sekarang telah barlangsung antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain yang masing-masing memiliki pola budaya, kepercayaan kebutuhan dan lain sebagainya berbeda-beda. Berhadapan dengan keadaan yang demikian ini, tidak pada tempatnya lagi orang mempersuasi orang lain. Bagaimanapun juga persuasi ada menempatkan penanggap tutur dibawah tingkatan penutur. Hakiki yang demikian ini disamping tidak benar secara kemanusiaan, dia juga tidak sesuai dengan alam demokrasi, apalagi dalam hubungan antar Bangsa, demikian pandangan alitan Tagmemik
Sadar akan persuasi itu, maka sementara perintis Retorika “Baru” menolaknya sebagai tujuan akhir Retorik, menurut pandangannya Retorik sebagai ilmu yang menggarap kegiatan bertutur manusia dalam kehidupannya bermasyarakat mempunyai tujuan yang lebih mulia dari persuasi. Adapun yang digariskannya sebagai tujuan Retorik ialah pembinaan saling pengertian yang mengembangkan kerjasama dan selanjutnya menumbuhkan kedamaian. Kalaupun terjadi persuasi maka salah satu pihak mungkin dia merupakan akibat logis dari usaha pembinaan ketiga kondisi hidup yang idealtadi dan pihak lain dia kemungkinan marupakan hasil mempersuasi diri sendiri yang berlangsung dalam diri penanggap tutur.
 
2.        Fungsi Retorik
Fungsi Retorik tentunya mempersiapkan sarana untuk mencapai tujuan tersebut Retorik perlu menyediakan pengetahuan dan bimbingan bagi penutur, sehingga meraka lebih mudah mencapai tujuan yang digariskan Retorik. Kalau demikian persoalannya. Maka beberapa fungsi terpenting dari Retorik ini adalah:
1)      Menyediakan gambaran yang jelas tentang manusia, terutama dalam  hubungan kegiatan bertuturnya.
2)      Menampilkan gambaran yang jelas tentang bahasa dan hal-hal atau benda-benda yang biasa diangkat menjadi topik tutur.
3)      Mengemikakan gambaran terperinci tentang masalah tutur.
4)      Bersama-sama dengan penampilan gambaran ketiga hal tersebut diatas, disiapkan pula bimbingan tentang:
a)      Cara-cara memilih topik tutur
b)      Cara-caa memandang dan menganalisa topik tutur untuk menemukan sarana ulasan yang bersifat-obyektif
c)      Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam rangka menemukan ulasan non-artistik.
d)     Pemilihan jenis tuturyang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai
e)      Penataan bagian-bagian tutur serta penempatan ulasan dalam bagian-bagian tutur ini
f)       Pemilihan materi bahasa serta penyusunanya menjadi kalimat-kalimat yang padu, utuh, mantap dan berfariasi. Dan untuk tutur tertulis dekemukakan bimbingan penataan paragraf
g)      Pemilihan gaya bahasa dan gaya bertutur dalam penampilan tutur

D.     Metode Retorik
Karl Pearson, seorang ilmuan kenamaan bangsa Inggris dari akhir abad ke-19 antara lain mengatakan bahwa ciri utama yang menandai kehadiran sebuah ilmu adalah metode yang dikembangkannya.
Aristoteles mengatakan bahwa Retorika memberikan orang metode yang memudahkan meraka menemukan kebenaran; mengajarkan orang merumuskan kebenaran itu kepada masyaakat untuk membina kehidupan yang lebih baik; mengajarkan orang bertindak secara bijaksana dan terpelajar.
Setiap ahli Retorika mengembangkan metode tersendiri. Aliran Tradisional menggambarkan metode texonomi dalam penggarapan pokok persoalan. Terhadap pokok persoalan yang diangkat menjadi topik tutur, aliran ini menyarankan pendekatan dari dua sudut, yaitu (1) pendekatan dari dalam untuk menemukan ulasan-ulasan artistik dan (2)pendekatan dari luar untuk mendapatkan ulasan-ulasan yang nonartistik. Dalam penataan tutur, Retorika Tradisional cenderung mempertahankan tiga urutan bagian tutur, yaitu pendahuluan, inti dan penutup.
Dalam masalah bahasa Retorika Tradisional mengembangkan metode pemilihan materi bahasa serta penyusunanya dengan prinsip-prinsip persuasi. Sejalan dengan prinsip ini maka disarankannya untuk memilih materi bahasa yang berdaya persuasif. Demikian pula susunannya dalam kalimat paragraf, pembinaan daya persuasi ini tidak boleh diabaikan.
Berbeda gejalanya pada metode yang dikembangkan oleh penegak Retorik “Baru”. Kenneth Burke menganggap identifikasi sebagai metode unit dalam Retorika. Identifikasi ini akan menolong memahami pokok persoalan yang akan dituturkan secara lebih baik. Demikian pula pemahaman terhadap penanggap, tutur, bahasa ulasan dan aspek-aspek Retorik yang lainnya.
Aliran Tagmemik mengembangkan metode pemecahan masalah topik tutur yang dinamakan metode Heuristik. Metode ini menyarankan menganalisis topik tutur dari enam segi yang berpotongan satu dengan yang lainnya. Atau barangkali lebih dapat dikatakan dua sudut pandang yang masing-masing terdiri dari 3 unit. Jika seandainya “kebahagiaan” yang diangkat menjadi topik tutur, maka pada tahap pertama “kebahagiaan ini ditemukan (1) ciri-ciri penandanya yang khas (2)ciri-ciri yang membedakannya dengan yang bukan “kebahagiaan” (3) distribusi atau fenomena. Pada tahap berikutnya topik “kebahagiaan” ini  ditinjau (1) sebagai satu kesatuan gejala (2)sebagai sesuatu yang hidup atau bergerak dalam proses (3) sebagai bagian dari sesuatu yang lebih besar  .
Metode Heuristik aliran Tagmemik ini bukan saja diterapkan untuk penggarapan topik tutur, melainkan juga diterapkan dalam penataan kerangka tutur tulis. Dengan jalan berpikir Heuristik ditampilkan kerangka tutur  1) Pendahuluan, 2) Latar belakang, 3)Ulasan, dan 4)Kesimpulan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar