RETORIKA SEBAGAI SEBUAH ILMU
Oleh Muhamad Subhan, S.Pd., M.Pd.
Eksistensi
sebuah ilmu ditandai dengan seperangkat tanda. Seperangkat tanda tersebut
berfungsi sebagai pembeda antarbidang ilmu. Dalam filsafat ilmu dinyatakan
bahwa suatu bidang disebut sebagai sebuah ilmu apabila mempunyai tiga hal,
yaitu ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Ontologi adalah objek
kajian suatu ilmu, baik objek materia maupun objek forma. Epistimologi adalah
metode atau prosedur kerja dalam ilmu tersebut. Aksiologi adalah manfaat dari
ilmu tersebut.
A. Ciri
Penanda Retorika sebagai Sebuah Ilmu
Retorika disebut
sebagai sebuah ilmu karena mempunyai penanda seperti diuraikan di atas.
a.
Ontologi
(objek kajian) retorika adalah manusia dan kegiatan tutur,
b.
Epistimologi
(prosedur/metode kerja) retorika adalah metode taksonomi, metode heuristic dan
lain-lain,
c.
Aksiologi
(manfaat) retorika adalah membimbing penutur agar dapat mempersiapkan, menata,
dan menampilkan tuturan secara baik dan efektif.
Ketiga penanda
retorika sebagai sebuah ilmu tersebut akan diuraikan di bawah ini.
B.
Objek
Kajian Retorika (Pokok Persoalan yang menjadi bidang garap)
Objek kajian retorika terpilah menjadi objek
kajian material dan objek kajian forma. Objek
kajian materia retorika adalah manusia dan objek kajian forma retorika adalah
kegiatan tuturnya. Berkaitan dengan objek kajian yang berupa kegiatan
tutur manusia, retorika memandang hal
tersebut sebagai berikut :
1.
Manusia sebagai persona tutur
Manusia sebagai
persona tutur menurut retorika manusia itu:
a.
memiliki
insting tutur,
b.
memiliki
insting etis,
c.
mahluk
pemakai simbol, dan
d.
memiliki
daya jiwa (kemampuan kejiwaaan) berupa berpikir, berimajinasi, berasa, dan
beridentifikasi.
2. Pandangan Retorik
terhadap Kegiatan Tutur
Kegiatan bertutur pada hakikatnya
ialah kegiatan membahasakan sesuatu. Pernyataan yang umum demikian ini,
tentunya banyak memberikan informasi. Karena itu dia perlu dibahas secara
terperinci. Menurut Kenneth Burke kegiatan bertutur pada dasarnya mempunyai
pola yang sama saja dengan berbagai tingkah laku manusia, karana dia memang
marupakan perwujudan salah satu tingkah laku manusia.
Bertolak dari sudut
pandang yang dramatistik. Burke melihat bahwa pada setiap tingkah laku manusia
terdapat 5 komponen dasar yaitu:
a. Tindakan
(Act), yaitu sesuatu yang mengambil tempat ataukah berupa fenomena baik yang
telah berwujud nyatal maupun yang masih berupa gagasan.
b. Medan
(Scene) adalah tempat atau situasi dimana tindakan itu berlangsung.
c. Pelaku
(Agent) adalah pelaksana atau pendorong tindakan
d. Sarana
tindak (Agesy) adalah sarana yang dipakai menjalankan tindakan
e. Tujuan
(Purpose) ialah arah dari keseluruhan tindakan
3. Pandangan Retorika terhadap Bahasa
Bahasa juga merupakan
pokok persoalan yang termasuk kedalam ruang lingkup Retorik. Tentang bahasa ini
pada umumnya ada kesepakatan pada semua ahli Retorik bahwa bahasa itu adalah
sistem simbol yang berupa bunyi-bunyi bahasa (huruf dalam bahasa tulis) untuk
berkomunikasi.
I.A. richards (1965)
menyatakan bahwa kekuranghatian mempergunakan bahasa inilah yang merupakan
sumber kesalahpahaman yang menghalangi kerjasama dan kedamaian. Retorik tidak
hanya menampilkan gambaran teoritis-filosofis terhadap bahasa, tetapi praktiknya
retorika lebih banyak memberikan bimbingan tentang cara pemanfaatan bahasa
dalam kegiatan bertutur. Termasuk kedalam hal-hal yang dibimbingnya antara
lain:
a. Memilih
corak bahasa
b. Memilih
materi bahasa
c. Menata
materi bahasa
d. Memilih
gaya bahasa
4. Pandangan Retorika
Terhadap Topik Tutur
Topik tutur adalah
segala sesuatu yang diangkat oleh penutur sebagai pokok tuturan. Secara umum
topik bisa berupa ungkapan diri (buah pikiran, cetusan perasaan, kemauan,
imajinasi, fantasi, cita) ; pengetahuan dan pengalaman; llingkungan sekitar dan
alam raya. Walaupum ketiga perangkat ini merupakan sumber yang kaya untuk
menggali topik tutur, namun memilih salah satu diantaranya bukanlah pekerjaan
yang mudah.
Sadar akan
kesulitan-kesulitan seperti di atas, Retorika tampil sebagai pembimbing karena
memang masalah pemilihan topik tutur itu merupakan salah satu pokok persoalan
yang termasuk dalam ruang lingkupnya.
Setelahh sebuah topik
tutur terpilih, kesulitan berikutnya adalah mengolah atau menganalisis topik
tersebut. Bidang ini pun digarap oleh Retorika, yaitu merupakan masalah metode.
Dan sebelum topik itu dianalisa, Retorika banyak membimbing cara yang ilmiah
menyikapi topik tersebut.
Aliran General
Semantik, mengingatkan kita bahwa sebenarnya kita tidak pernah tahu secara
menyeluruh hakikat topik tutur yang dipilih. Selain itu bahasa yang kita pakai
menggembarkan topik tutur itupun terbatas sekali kemampuannya, yaitu sekedar
memetakkannya.
Di samping pembinaan
sikap obyektif terhadap topik tutur seperti terurai di atas, retorika juga
menyarankan untuk mempertimbangkan berbagai faktor sebelum dan bersamaan dengan
penganalisisan yang akan dilakukan. Aristoteles memperingatkan kita agar
mendekati topik tutur dari dua sudut pendekatan. (1) mendekati dari dalam topik
tutur itu sendiri dan (2) mendekati dari luar topik tutur. Dengan pendekatan
yang pertama akan diketahui ulasan-ulasan artistik, yaitu ulasan dari
penganalisaan perseorangan (merupakan gagasan hasil pengolahan penutur),
sedangkan pendekatan yang kedua akan didapatkan ulasan-ulasan non-artistik,
yang sebenarnya sudah merupakan fakta-fakta sejarah ataukah kenyataan (hal-hal
di luar diri penutur yang berupa objek secara realistis).
5. Pandangan
Retorika tentang Tutur
Tutur adalah bentuk bahasa
dari gagasan yang tersimpul dalam suatu topik tutur yang terpilih. Bahasa yang
dipakai bisa berupa bahasa lisan atau tulisan.
Untuk mendapat tutur
yang baik ini, menurut Retorik minimal diperlukan tiga perangkat tahapan
proses, yaitu (1) persiapan (2) penataan dan (3) penampilan. Pada tahap persiapan disarankan
pada penutur untuk memilih topik tuturnya dengan pertimbangan yang matang;
menganalisis topik tutur ini dengan prinsip-prinsip metode yang digariskan retorika;
merumuskan tujuan yang hendak dicapai; menyesuaikan dengan kondisi penanggap
tutur serta situasi yang sedang berlangsung, dan lain sebagainya. Pada tahap penataan dianjurkan
agar penutur menata bagian-bagian tuturnya. Pada tahap penampilan dibimbingkan tentang pemilihan corak
bahasa; pemilihan materi bahasa dan gaya bahasa; pemakaian gaya tutur yang
persuasif dan pemanfaatan alat-alat tutur yang perlu. Singkatnya Retorik
membimbing penutur bertindak dan berusaha secara efektif dalam mempersiapkan
menata dan menampilkan tuturnya.
Khusus tentang ragam
tutur, Retorika di sepanjang sejarah kehadirannya juga telah mengembangkan
berbagai ragam tutur yang bisa dipilih sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai. Sehubungan dengan corak tutur ini, Aristoteles misalnya telah
meletakkan dasar-dasar tiga ragam tutur utama, yaitu (1) tutur pengarahan (2)
tutur pembakar semangat (3) tutur penghakiman. Ahli-ahli Retorik “Baru” menambahkan
corak yang keempat yaitu tutur beberan (Paparan). Tutur pengarahan
memusatkan perhatian kepada masa-masa yang akan datang. Tutur pembakar semangat memusat perhatiannya pada keadaan
yang sedang berlangsung. Tutur
penghakiman memusatkan perhatiannya kepada masa-masa yang sudah terjadi
atau kepada masa lampau. Tutur
beberan adalah tutur yang biasanya dipakai oleh ilmuwan memaparkan
hasil penelitiannya.
C.
Tujuan
dan Fungsi Retorika
Tujuan suatu ilmu adalah gambaran sesuatu yang dituju oleh ilmu
tersebut, sedangkan fungsinya adalah peranan yang dimainkannya dalam
rangka mencapai tujuan itu. Demikian pada tujuan dan
fungsinya. Tentang kedua hal inilah akan dipaparkan dalam uraian berikut.
1.
Tujuan
Retorika
Retorika Aristoteles
disekitar abad ke-4 sebelum masehi menampilkan Retorik ini sebagai sebuah ilmu
tersendiri, dikatakannya bahwa tujuannya adalah persuasi. Yang dimaksudkannya
persuasi dalam hubungan ini ialah yakinnya penanggap tutur akan kebenaran
gagasan topik tutur si penutur. Ditambahkan oleh Aristoteles bahwa untuk
mendapatkan persuasi itu bukanlah pekerjaan yang mudah, lebih-lebih lagi kalau
orang mau percaya bahwa setiap orang (termasuk penanggap tutur tentunya)
memiliki instink etis yang memandu mereka mambedakan antara yang benar dari
yang tidak benar. Hanya saja patut diakui bahwa kecepatan pekerjaanya instink
ini tidak sama pada tiap orang.
Persuasi sebagai tujuan
akhir Retorik yang digariskan oleh Aristoteles, pada dasarnya disepakati oleh
ahli-ahli Retorik sesudahnya. Memang disana-sini diadakan modifikasi, sesuai
dengan zaman yang memakainya. Namun landasan dasarnya atau setidak-tidaknya
filsafatnya tidak pernah mengalami perubahan sampai dengan awal abad ke-20
Masehi. Malahan sampai sekarangpun kebanyakan ahli Retorik masih mempertahankan
rumusan tujuan Retorik Aristoteles ini.
Disekitar tahun 1930-an
mulailah tampak gejala-gejala pembaharuan. I.A. Richards yang banyak
memperhatikan peristiwa tutur yang berlangsung ditengah-tengah kehidupan
manusia bermasyarakat melihat makin berkembangnya kepincangan-kepincangan
komunikasi yang antara lain berupakesalah pahaman. Kesalah pahaman ini tidak
berhenti pada salah paham itu saja, tetapi kebanyakannya berkelanjutan dengan
penolakan kerjasama da penggangguan terhadap kedamaian kehidupan bersama. Dan
kalau mau dicari penyebabnya maka salah satu diantaranya ialah ada kecendrungan
penutur mempersuasi penangggap tuturnya.
Persuasi sebagai tujuan terakhir cepat sekali mendorong penutur menggunakan
bahasa tanpa penelitian yang baik terhadap bahasa itu sendiri.
Kelemahan persuasi yang
dianggap Richard, agaknya disepakati pula oleh perintis-perintis Retorik “ Baru
“ yang lainnya. Aliran General Semantik misalnyamengatakan bahwa persuasi hanya
cocok untuk kurun masa lampau manusia. Yaitu tahapan jaman yang dikatakannyajaman
kegelapan. Jaman tersebut sekarang ini sudah berlalu jaman sekarang adalah
jaman pengetahuan.
Aliran Tagmemik
mengingatkan kita bahwa dunia sekarang telah begitu sempitnya akibat kemajuan
teknologi dan alat komunikasi/transportasi. Karena itu komunikasi abad modern
tidak hanya berlangsung dikalangan masyarakat sendiri itu saja. Komunikasi
sekarang telah barlangsung antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain yang
masing-masing memiliki pola budaya, kepercayaan kebutuhan dan lain sebagainya
berbeda-beda. Berhadapan dengan keadaan yang demikian ini, tidak pada tempatnya
lagi orang mempersuasi orang lain. Bagaimanapun juga persuasi ada menempatkan
penanggap tutur dibawah tingkatan penutur. Hakiki yang demikian ini disamping
tidak benar secara kemanusiaan, dia juga tidak sesuai dengan alam demokrasi,
apalagi dalam hubungan antar Bangsa, demikian pandangan alitan Tagmemik
Sadar akan persuasi
itu, maka sementara perintis Retorika “Baru” menolaknya sebagai tujuan akhir
Retorik, menurut pandangannya Retorik sebagai ilmu yang menggarap kegiatan
bertutur manusia dalam kehidupannya bermasyarakat mempunyai tujuan yang lebih
mulia dari persuasi. Adapun yang digariskannya sebagai tujuan Retorik ialah
pembinaan saling pengertian yang mengembangkan kerjasama dan selanjutnya
menumbuhkan kedamaian. Kalaupun terjadi persuasi maka salah satu pihak mungkin
dia merupakan akibat logis dari usaha pembinaan ketiga kondisi hidup yang
idealtadi dan pihak lain dia kemungkinan marupakan hasil mempersuasi diri
sendiri yang berlangsung dalam diri penanggap tutur.
2.
Fungsi
Retorik
Fungsi Retorik tentunya
mempersiapkan sarana untuk mencapai tujuan tersebut Retorik perlu menyediakan
pengetahuan dan bimbingan bagi penutur, sehingga meraka lebih mudah mencapai
tujuan yang digariskan Retorik. Kalau demikian persoalannya. Maka beberapa
fungsi terpenting dari Retorik ini adalah:
1) Menyediakan
gambaran yang jelas tentang manusia, terutama dalam hubungan kegiatan bertuturnya.
2) Menampilkan
gambaran yang jelas tentang bahasa dan hal-hal atau benda-benda yang biasa
diangkat menjadi topik tutur.
3) Mengemikakan
gambaran terperinci tentang masalah tutur.
4) Bersama-sama
dengan penampilan gambaran ketiga hal tersebut diatas, disiapkan pula bimbingan
tentang:
a)
Cara-cara
memilih topik tutur
b)
Cara-caa memandang
dan menganalisa topik tutur untuk menemukan sarana ulasan yang
bersifat-obyektif
c)
Faktor-faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam rangka menemukan ulasan non-artistik.
d)
Pemilihan jenis
tuturyang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai
e)
Penataan
bagian-bagian tutur serta penempatan ulasan dalam bagian-bagian tutur ini
f)
Pemilihan materi
bahasa serta penyusunanya menjadi kalimat-kalimat yang padu, utuh, mantap dan
berfariasi. Dan untuk tutur tertulis dekemukakan bimbingan penataan paragraf
g)
Pemilihan gaya
bahasa dan gaya bertutur dalam penampilan tutur
D. Metode
Retorik
Karl Pearson, seorang ilmuan kenamaan bangsa Inggris dari akhir abad
ke-19 antara lain mengatakan bahwa ciri utama yang menandai kehadiran sebuah
ilmu adalah metode yang dikembangkannya.
Aristoteles mengatakan bahwa Retorika memberikan orang metode yang
memudahkan meraka menemukan kebenaran; mengajarkan orang merumuskan kebenaran itu kepada
masyaakat untuk membina kehidupan yang lebih baik; mengajarkan orang bertindak
secara bijaksana dan terpelajar.
Setiap ahli Retorika mengembangkan metode tersendiri. Aliran
Tradisional menggambarkan metode texonomi dalam penggarapan pokok persoalan.
Terhadap pokok persoalan yang diangkat menjadi topik tutur, aliran ini
menyarankan pendekatan dari dua sudut, yaitu (1) pendekatan dari dalam untuk
menemukan ulasan-ulasan artistik dan (2)pendekatan dari luar untuk mendapatkan
ulasan-ulasan yang nonartistik. Dalam penataan tutur, Retorika Tradisional
cenderung mempertahankan tiga urutan bagian tutur, yaitu pendahuluan, inti dan
penutup.
Dalam masalah bahasa Retorika Tradisional
mengembangkan metode pemilihan materi bahasa serta penyusunanya dengan
prinsip-prinsip persuasi. Sejalan dengan prinsip ini maka disarankannya
untuk memilih materi bahasa yang berdaya persuasif. Demikian pula susunannya
dalam kalimat paragraf, pembinaan daya persuasi ini tidak boleh diabaikan.
Berbeda gejalanya pada metode yang dikembangkan oleh penegak Retorik
“Baru”. Kenneth Burke menganggap identifikasi sebagai metode unit dalam Retorika.
Identifikasi ini akan menolong memahami pokok persoalan yang akan dituturkan
secara lebih baik. Demikian pula pemahaman terhadap penanggap, tutur, bahasa
ulasan dan aspek-aspek Retorik yang lainnya.
Aliran Tagmemik mengembangkan metode pemecahan masalah topik tutur
yang dinamakan metode Heuristik. Metode ini menyarankan menganalisis topik tutur dari enam segi yang berpotongan
satu dengan yang lainnya. Atau barangkali lebih dapat dikatakan dua sudut
pandang yang masing-masing terdiri dari 3 unit. Jika seandainya “kebahagiaan”
yang diangkat menjadi topik tutur, maka pada tahap pertama “kebahagiaan ini
ditemukan (1) ciri-ciri penandanya yang khas (2)ciri-ciri yang membedakannya
dengan yang bukan “kebahagiaan” (3) distribusi atau fenomena. Pada tahap berikutnya
topik “kebahagiaan” ini ditinjau (1)
sebagai satu kesatuan gejala (2)sebagai sesuatu yang hidup atau bergerak dalam
proses (3) sebagai bagian dari sesuatu yang lebih besar .
Metode Heuristik aliran Tagmemik ini bukan saja
diterapkan untuk penggarapan topik tutur, melainkan juga diterapkan dalam
penataan kerangka tutur tulis. Dengan jalan berpikir Heuristik ditampilkan
kerangka tutur 1) Pendahuluan, 2) Latar
belakang, 3)Ulasan, dan 4)Kesimpulan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar